Cinta itu kalau dipikir-pikir, terkadang aneh ya. Saat
ditunggu-tunggu, ia malah enggan muncul. Saat tak ditunggu, tiba-tiba ia
datang dengan cara yang ajaib. Cara yang tak pernah kita duga
sebelumnya... Tak terasa, 10 tahun yang lalu, aku dan ayah
sedang berjalan-jalan berdua. Tanganku bergelayut manja pada ayah. Aku
selalu menikmati waktu bersama beliau. Yang tegas, disiplin, namun penuh
kasih sayang. Sesibuk apapun, beliau selalu menyempatkan waktu untuk
sekedar menemaniku membeli ice cream atau berjalan ke taman.
Sore
itu, usai kami berjalan di taman sambil menikmati ice cream, kami
hendak kembali ke mobil dan pulang. Ibu pasti sudah khawatir jika kami
belum pulang.
Dari arah kami, sebuah sepeda yang dikendarai oleh
anak laki-laki seusiaku meluncur. Di daerah taman tersebut memang
seringkali anak-anak bermain bebas. Dan dari arah berlawanan, tiba-tiba
muncul sebuah truk yang melaju tak terkendali. Sepertinya remnya blong
dan sopirnya panik. BRAKKK!!! truk tersebut berhenti karena menabrak
pohon di pinggir jalan.
Tak terduga, si anak kecil pengendara
sepeda tadi menjadi korbannya. Ia memang hanya terserempet saja, tetapi
kini ia terbaring di jalan aspal dan terdiam. Dengan sigap ayah menengok
kanan kiri dan segera berlari menolong si anak tersebut. Karena melihat
kondisinya, ayah menelepon polisi untuk mengevakuasi sopir dan truknya.
Sementara si anak tersebut dibopong masuk ke mobil untuk segera
dilarikan ke rumah sakit. "Seseorang harus bertindak cepat, Ruby, ayo
bantu ayah bukakan pintu belakang mobil," teriak ayahku yang membuatku
juga sigap membantunya.
Nama anak itu adalah Brilian. Aku dan
ayah mengunjunginya hampir setiap hari. Kamipun berteman dekat, sangat
dekat, tanpa pernah kami duga.
Dari yang tak pernah kenal,
menjadi akrab. Dari yang hanya bertemu di jalan, menjadi selalu menemani
ke manapun aku pergi. Sekalipun berbeda sekolah, tetapi kami rutin
bertemu setiap hari. Ia adalah sosok anak yang baik, dan keluarga
kamipun menjadi sangat dekat.
***
"Aku
ingin menunjukkan sesuatu kepadamu," kata Brilian di sebuah siang. Tak
menunggu lama, ia menggandeng tanganku menuju taman di mana pertama kali
kami bertemu 10 tahun yang lalu.
Setibanya di sana, ia
bercerita panjang lebar kejadian saat kecelakaan itu. Dengan detail dan
berkali-kali menyebut ayahku sebagai pahlawan. Aku tahu, ia begitu
mengagumi ayah, dan sangat berterima kasih karena ayahku telah
menyelamatkan nyawanya. Ia anak yang sopan, dan penyayang.
"Aku
sangat beruntung saat itu, diselamatkan oleh ayahmu, dan bertemu dengan
dirimu," ucapnya lagi. "Ah apa sih, itu kan sudah lama," kataku.
Dadaku berdegup kencang, aku seperti merasa akan ada sebuah kejadian besar. Namun, aku tak tahu apakah itu.
Hingga
menjelang senja, kami masih duduk di tepian jalan tersebut. Melihat
lalu lalang satu atau dua mobil yang melintas. Dan beberapa orang yang
tertawa di seberang jalan, di taman sana, menikmati pemandangan yang
sama seperti kami. Tenang, dan mendamaikan.
Saat matahari hendak tenggelam,
tiba-tiba Brilian memintaku berdiri. Iapun berlutut, dan memegang
tanganku, "Ruby, maukah kau menikah denganku?" pertanyaan tersebut
membuatku terkejut sekaligus haru. Sejak awal pertemuan memang ada
sesuatu yang berbeda yang kurasakan di dalam hatiku. Ada sebuah harapan
yang semakin lama tumbuh menjadi buah cinta di dalam hatiku. Dan, apakah
ini mimpi? Ternyata tidak. Saat kupejamkan mata dan kubuka lagi,
Brilian memang masih berlutut menunggu jawabanku. Air mata dan senyumpun
bercampur menjadi satu mengisi wajahku. "Ini akan menjadi kabar yang
paling membahagiakan bagi keluarga kita Bri, bagi ayah juga tentunya,"
kuusap air mata yang menetes di pipiku, dan kujawab ya seribu kali
kepada pinangannya itu.
"Kita harus menyampaikan kabar bahagia ini kepada ayah," kataku bersemangat.
***
Keesokan
harinya, sambil membawa seikat bunga. Aku dan Brilian berjalan menuju
sebuah makam yang sering kami kunjungi hampir setiap minggu.
Di sana, aku sering menghabiskan waktu untuk bercerita hal-hal yang pedih maupun manis.
Kali
ini, aku dan Brilian membawa berita yang bahagia. Yang sudah bisa
kubayangkan, beliau akan memelukku bahkan menggendongku bila masih ada
di sini. Di depan makamnya kami berjanji, akan menjadi sepasang suami
istri yang baik dan saling menjaga kelak.
Kami punya seorang
pahlawan yang sama, seorang pahlawan yang tak hanya menyelamatkan hidup
kami. Tetapi membuat kami bertemu cinta sejati.
Sumber : http://www.vemale.com/inspiring/lentera/19636-cinta-itu-datangnya-tak-bisa-ditebak.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar